Lebih Dekat dengan La Nyalla (bagian-3)

Gubernur Harus Turun ke Daerah

Dua periode dipercaya memimpin Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur membuat Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti memahami taksonomi dunia bisnis dan problematika ekonomi regional.

Karakter La Nyalla yang cenderung menjadi problem solver dan pantang menyerah, membuat Kadin Jatim menjadi salah satu Kadin Provinsi yang paling aktif di antara anggota Kadin Indonesia.

Karena itu, dalam perbincangan kali ini, banyak ide dan pikiran La Nyalla tentang ekonomi regional Jawa Timur yang menarik diikuti. Berikut petikannya:

Secara umum sektor apa saja yang harus diperhatikan sehingga kondisi ekonomi Jatim bisa tetap bagus?

Tentu sektor investasi, konsumsi, transportasi barang serta perdagangan harus secara terus-menerus dikuatkan. Di luar sektor-sektor itu, ada beberapa yang juga perlu diperhatikan. Seperti sektor pertanian, sektor industri dan sektor perdagangan.

Di sektor pertanian, misalnya, kini kondisi lahan telah mengalami mutasi pemanfaatan sekitar 1.100 hektar per tahun. Manajemen pemanfaatan lahan harus diperhatikan. Pencetakan lahan baru pertanian harus terus dianggarkan. Selain fasilitas teknis seperti irigasi, bibit dan pupuk. Selama ini Jatim masih menjadi salah satu daerah lumbung pangan nasional, sehingga kondisi ini harus terus dipertahankan, bahkan ditingkatkan.

Sedangkan untuk sektor industri,  dari catatan di Kadin, impor bahan baku masih cukup tinggi yakni sekitar 79,83%. Juga tantangan lain di sektor perdagangan berupa biaya logistik yang masih tinggi. Di sektor transportasi barang, bukan hanya fasilitasnya yang ditingkatkan kinerjanya, tapi harus mampu menciptakan satu sistem logistik daerah (sislogda) yang efektif dan efisien. Tingginya bahan baku industri harus diarahkan kepada hasil industri yang berorientasi ekspor.

Pemerintah provinsi harus mampu melakukan komunikasi efektif dengan otoritas jasa pelabuhan untuk terciptanya sislogda yang murah dan efisien. Sehingga barang ekonomi Jatim menjadi kompetitif. Bongkar-muat barang dari depo di daratan pelabuhan bisa lebih cepat, peningkatan pelayanan terhadap pelayaran semaksimal mungkin sehingga biaya angkutan jadi murah, sehingga dwelling time bisa ditekan hingga maksimal 3 hari.

—  Jatim tercatat memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi, apakah distribusi perekonomian sudah merata di Jatim?

Jawa Timur adalah provinsi yang luar biasa besar potensinya. Semua sektor yang ada di Jatim berdaya saing. Baik pertanian, jasa, perdagangan, pariwisata, apalagi industri. Hanya saja kondisi sektor ekonomi itu di masing-masing kabupaten/kota agak berbeda. Sehingga distribusi hasil pembangunan perekonomian belum terkonsolidasi. Masih ada disparitas antar kawasan di provinsi di Jatim, Timur, Selatan, Barat dan Utara. Di sinilah prioritas yang harus dilakukan oleh Pemprov Jatim.

Menstimulasi kekuatan ekonomi ke arah pemerataan di Jatim memang bukan perkara mudah. Tapi harus terus menerus diupayakan. Tidak boleh tidak. Jumlah penduduk Jatim yang besar merupakan tantangan yang tidak ringan untuk mencapai pemerataan ekonomi yang ideal. Tapi harus terus dikejar. Tidak ada yang tak mungkin dalam hidup ini sepanjang terus diupayakan.

Jika kepemimpinan di provinsi bisa berjalan efektif, maka koordinasi dan komunikasi dengan kepala daerah di bawahnya (bupati/walikota)  bisa lebih kuat. Jangan lupa, fungsi utama gubernur adalah fungsi koordinatif.  Sebab yang punya wilayah dan punya rakyat adalah bupati/walikota.

Pemprov Jatim harus terus mendorong dan mengupayakan daerah-daerah tertinggal untuk diprioritaskan penguatan ekonominya agar pertumbuhan jadi merata dan seimbang. Distribusi investasi harus di arahkan ke wilayah sana. Tentu Pemprov juga mengupayakan penguatan infrastruktur agar investor berkenan.

Fungsi Pemprov ke depan harus memainkan keseimbangan tersebut.  Pemprov harus menjadi inisiator dan negosiator utama ke pemerintah pusat untuk penguatan infrastruktur di daerah-daerah (kabupaten/kota) yang masih tertinggal secara ekonomi.

Yakin pemerataan ekonomi di Jatim bisa dicapai?

Harus. Kenapa tidak. Saya selalu yakin dengan apa yang saya katakan dan saya lakukan. Saya sudah membawa Kadin Jatim ke arah keseimbangan antar daerah dalam provinsi sejak tujuh tahun terakhir. Baik secara kelembagaan, maupun keseimbangan penguatan antar pengusaha antar daerah. Kadin Jatim sudah banyak membuatkan akses dan jaringan antara pengusaha daerah (kabupaten/kota) dengan kekuatan pasar ekonomi-bisnis regional maupun internasional. Penguatan industri dan akses pasar harus diseimbangkan ke semua daerah kabupaten/kota yang ada di Jatim.

Sektor industri bisa menjadi backbone keseimbangan pemerataan perekonomian di Jatim. Karena sektor industri selama ini telah memberikan kontribusi yang tinggi terhadap PDRB Jatim yakni sekitar 29%. Selain mengerek sektor terkait lainnya, sektor industri juga bisa menaikkan daya beli masyarakat melalui rekrutment tenaga kerja sebanyak mungkin. Tinggal distribusinya yang perlu diarahkan secara merata ke seluruh kawasan di Jatim. Tentu infrastruktur dan akses transportasi diperkuat.

Penguatan pelabuhan di wilayah pantura mulai dari Tuban hingga Banyuwangi, maupun wilayah selatan harus terus dikejar. Harus didorong juga tumbuhnya industrial estate dan pergudangan di sekitar pelabuhan daerah.  Dan harus dikawal perkembangannya secara terus-menerus. Fasilitasnya terus diperkuat. Tiga pilar utama industri, yakni bahan baku, transportasi, tenaga kerja dan jasa terkait lainnya juga harus diperkuat agar industrinya menjadi kuat.

Pemprov harus mampu melakukan mapping problematika yang dihadapi masing-masing daerah terkait penguatan ekonomi-bisnisnya. Khususnya dalam menghidupkan sektor industri. Dicarikan solusinya dan dikawal eksekusi kebijakannya. Kekompakan antar kepala daerah dalam satu kawasan di provinsi adalah mutlak harus. Untuk satu tujuan dalam rangka pemerataan ekonomi.

Penguatan kawasan adalah sistemik yang harus didukung semua kepala daerah yang ada di kawasan tersebut. Baik kawasan Timur Jatim, Barat,  Selatan dan Utara. Misalnya industri migas di Bojonegoro harus didukung Bupati Tuban untuk sektor hilirnya, baik perizinan pipanisasi maupun kepelabuhanan migas.

Maka itu gubernur dan wakilnya harus mengetahui secara detil persoalan masing-masing ekonomi daerah. Jika perlu tiap hari harus berada di daerah kabupaten/kota. Semua kekuatan yang dimiliki oleh provinsi harus di arahkan untuk penguatan ekonomi kabupaten/kota. Karena sejatinya di situlah fungsi dan peran pemerintah provinsi dalam menyejahterakan rakyatnya.

Sektor apalagi yang bisa mendorong perekonomian di Jatim?

Dalam pembangunan perekonomian nasional sektor properti memiliki peran penting. Begitu juga bagi pembangunan daerah seperti Jatim. Sektor ini sama strategisnya dengan sektor-sektor lain, seperti pertanian, industri,  perdagangan, jasa, dan lain-lain.

Properti dengan titik berat di bidang pembangunan perumahan dan konstruksi merupakan salah satu sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar dan efek berantai cukup panjang. Karena itu sektor ini punya dampak besar untuk menarik dan mendorong perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya.

Sektor properti mengerek lebih dari 175 produk industri terkait, seperti produk industri baja, aluminium, pipa, semen, keramik, batu bata, genteng, kaca, cat, furnuture, kayu, peralatan rumah tangga, alat kelistrikan, home appliances, gypsum, dan lain-lain.  Industri bahan bangunan dan konstruksi tersebut umumnya sektor padat karya yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah banyak. Karena itu sektor properti langsung atau tidak telah  mendorong produktifitas daerah, mengurangi angka pengangguran, dan menekan angka kemiskinan. Sektor properti sendiri menciptakan lapangan kerja cukup besar mulai tenaga kasar atau tukang,  staf, hingga pekerja profesional.

Ini belum menyebut dampak positif terhadap profesi-profesi terkait, seperti arsitek, desainer interior, kontraktor, landscaper, property agent, notaris, dan sebagainya. Perbankan  sudah pasti ikut merasakan kue bisnis sektor properti melalui penyaluran kredit, baik kepada pengembang (korporasi) maupun konsumen (KPR/KPA).

Pemerintah dan pengembang (REI dan Apersi) menyepakati suplai rumah  dari semua tipe sekitar 400 ribu unit per tahun. Apabila harganya rata-rata Rp350 juta per unit,  maka total nilai transaksinya  mencapai Rp140 triliun per tahun dengan total serapan tenaga kerja sekitar 4 juta. Ini hanya dari sub sektor perumahan, belum produk properti lainnya seperti ruko, perkantoran, trade centre, mal, hotel, resor, kawasan industri, pergudangan, dan lainnya.(habis)

 

Leave a comment

Filed under Others

Lebih Dekat dengan La Nyalla (bagian-2)

Hikmah Dituduh Koruptor

Masih tentang sosok Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti, tokoh sekaligus pengusaha yang belakangan namanya kerap ditulis sebagai bakal calon gubernur oleh sejumlah media di Jawa Timur.

La Nyalla pun ikut meramaikan lobi politik ke sejumlah partai. Di antaranya partai Gerindra, PAN, dan PKS. Ia mengaku sudah menjalin komunikasi dengan pegiat di partai-partai tersebut.

Lalu apa tawaran program La Nyalla sebenarnya? Apa yang membuat partai politik tertarik mengusung La Nyalla sebagai calon kepala daerah di Jatim? Berikut lanjutan wawancara dengan Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti:

— Apa program andalan Anda bila nanti maju sebagai calon gubernur?

Program saya sebenarnya bukan anti-thesa dari program dan kebijakan yang sudah dijalankan Gubernur Soekarwo. Hanya saja, program saya adalah penajaman yang lebih terukur dari gagasan besar yang saya usung, yakni mengatasi kemiskinan dan membangun Jawa Timur yang berkeadilan sosial.

Apa yang saya pertajam? Ada tiga hal. Pertama, mengatasi kemiskinan. Kedua, menempatkan rakyat sebagai subyek, bukan obyek pembangunan. Ketiga, menerapkan semua instrument pembangunan menuju kemakmuran.

Ketiga hal itu, saya implementasikan melalui tiga pendekatan juga. Yakni, yang pertama APBD untuk rakyat miskin. Kedua, penerapan filosofi keadilan sosial dalam pembangunan dan ketiga, karena latar belakang saya pengusaha, maka saya terapkan konsep government entrepreneurship.

Tiga penajaman dan tiga pendekatan ini, akan menuju goal, Jawa Timur makmur. Dengan roadmap yang sudah saya susun untuk 19 sektor prioritas. Di antaranya, sektor daya saing manusia, melalui pendidikan, kesehatan, moral dan agama, olahraga. Juga daya saing ekonomi melalui infrastruktur dan desa, dunia usaha dan industri, buruh dan tenaga kerja, koperasi dan UMKM, kewirausahaan, pertanian-perkebunan dan peternakan, nelayan-perikanan dan budidaya, juga ketahanan sosial melalui pesantren dan kelompok masyarakat serta lainnya.

— Menurut perundangan dan regulasi, tugas pokok dan fungsi gubernur sangat terbatas. Ada peran DPRD juga sebagai mitra. Bagaimana Anda bisa mengusung target besar dalam program Anda?

Gubernur memang bekerja bersama DPRD. Bahkan Gubernur juga bukan atasan bupati atau walikota. Tetapi kalau kita baca UU nomor 9 tahun 2015, tentang pemerintahan daerah, kalau kita simpulkan, salah satu tugas penting Gubernur adalah menciptakan iklim atau suasana yang kondusif di provinsinya, dengan melakukan koordinasi dengan semua instansi terkait, termasuk bupati dan walikota.

Bahasa saya, iklim yang kondusif itu adalah rakyat di provinsi ini nyaman dan makmur. Ini hanya bisa dicapai kalau terjadi keadilan sosial. Keadilan sosial itu adalah keberpihakan pemerintah secara adil kepada semua stakeholdernya.

Apakah bisa memuaskan semua pihak? Tentu sulit. Tetapi ingat, pemerintahan punya alat untuk memaksa. Yaitu peraturan perundangan, perda hingga surat edaran gubernur. Kalau kekuasaan itu dipandang sebagai alat untuk menuju kepada terciptanya keadilan, maka kekuasaan itu akan membawa manfaat.

Karena itu, bagi saya, kalau kekuasaan itu bisa kita jadikan sebagai alat untuk memperluas ladang amal sholeh kita, dan amal sholeh itu pasti membawa kebaikan bagi sesama manusia, maka amanah kekuasaan itu harus kita jalankan. Tetapi kalau niat kita bukan itu, akan sulit menciptakan iklim yang kondusif tadi, yaitu keadilan sosial.

— Anda selalu mengaitkan dengan keyakinan atau doktrin agama Anda. Dalam kontestasi pilkada, apakah tidak khawatir dijauhi oleh kelompok non muslim?

Islam itu agama rahmatan lil ‘alamin. Artinya Islam adalah agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta. Alam semesta ya. Bukan saja manusia. Tapi juga binatang, tumbuhan dan semua yang ada di alam semesta ini.  Ini bukan omongan saya. Tapi ini teks Alquran di surat al-anbiya. Bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat untuk semesta alam.

Rasulullah SAW sudah memberi contoh bagaimana memimpin dan mengatur penduduk di Madinah ketika itu. Ada masyarakat nasrani, ada juga umat yahudi. Hidup damai berdampingan. Itu sudah dicontohkan.

Saya pun bekerja bersama dengan teman-teman non-muslim di organisasi. Baik itu di Kadin Jatim, di Pemuda Pancasila atau di PSSI. Tidak pernah ada masalah. Mereka juga memberi amanah kepada saya untuk memimpin organisasi. Saya dipilih untuk memimpin Kadin Jatim sudah dua periode.

Ukurannya, sebagai pemimpin, kita harus punya leadership, memberi contoh dan menjadi problem solver. Saya orang yang memilih optimis ketimbang pesimis. Semua persoalan yang ada di organisasi, saya yakini pasti ada jalan keluar. Selama kita optimis dan mau bekerja serius.

— Pernah gagal?

Latar belakang saya pengusaha. Setiap pengusaha pasti pernah gagal. Dan pengusaha yang berhasil, rata-rata pernah gagal. Jadi kegagalan itu harus dimaknai sebagai pembelajaran serta sebagai ajang koreksi diri. Dan jangan pernah putus asa. Itu prinsip. Karena dibalik kegagalan pasti ada suatu hikmah.

Allah SWT sudah mengingatkan, boleh jadi apa yang menurut kita baik, ternyata tidak baik bagi Allah SWT. Atau sebaliknya, apa yang tidak kita sukai, ternyata itu baik buat kita menurut Allah SWT. Karena itu saya selalu pasrahkan semua ikhtiar saya kepada sang pemilik skenario hidup saya. Tentu dengan selalu berprasangka baik kepada Allah SWT.

— Apa hikmah terbesar dalam hidup yang Anda petik?

Terus terang hikmah terbesar dalam hidup saya adalah ketika saya dituduh terlibat korupsi penyimpangan dana hibah Kadin Jatim. Saat itu saya benar-benar terpukul karena seolah saya koruptor kelas kakap. Bahkan di persidangan saya seolah disorot oleh seluruh rakyat Indonesia sebagai terdakwa koruptor.

Tetapi Alhamdulillah, akhirnya selama persidangan, dari 24 saksi yang dihadirkan jaksa, tidak ada seorang pun yang menyatakan saya terlibat dan korupsi. Akhirnya majelis hakim pun memutus saya bebas murni dan tidak terbukti melakukan seperti apa yang didakwakan jaksa.

Di situ saya mengambil hikmah. Pasti Allah SWT punya rencana terhadap diri saya. Dan saya juga sudah melupakan dan tidak dendam dengan siapapun yang terlibat dalam menjadikan saya pesakitan di persidangan itu. Sudah saya lupakan. Saya memang lebih senang menatap masa depan, ketimbang melihat ke belakang. Kita lihat ke belakang sebagai pelajaran saja. Ambil hikmahnya. (bersambung)

Leave a comment

Filed under Others

Lebih Dekat dengan La Nyalla (bagian-1)

Gunakan Alquran sebagai Inspirasi

Nama Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti belakangan makin santer dibicarakan di Jawa Timur, seiring berlangsungnya agenda dan persiapan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur di tengah tahun 2018 mendatang.

Sosok La Nyalla memang sudah cukup dikenal. Baik melalui beragam organisasi yang dia geluti, mulai dari Kadin, La Nyalla Academia, Pemuda Pancasila hingga PSSI. Maupun melalui sifat pribadinya yang terbuka, egaliter dan tak membedakan orang yang dikenal atau mengenalnya.

Namun, belum banyak orang mendalami dan mendengar pikiran-pikiran orisinal La Nyalla, yang selama ini lebih banyak dia wujudkan dalam aktivitas kesehariannya.

Dalam diskusi atau obrolan ringan, hingga chat whatsapp yang dia kirim ke kolega atau teman-temannya, pikiran-pikiran La Nyalla mengalir jernih menjadi rangkaian visi-misi dan cita-cita hidupnya, yang patut diteladani. Mengapa patut diteladani? Karena La Nyalla selalu mengambil semua hikmah itu dari agama yang dia anut. Melalui Al-Quran dan penyampainya, Rasulullah SAW.

Berikut pokok-pokok pikiran La Nyalla yang dirangkum dalam tanya-jawab seputar falsafah hidup dan cita-cita seorang Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti. Petikannya:

— Sebenarnya apa prinsip dasar Anda dalam menjalani kehidupan ini?

Sebenarnya sangat sederhana. Tapi mendasar. Saya tidak ingin menjadi orang yang merugi. Itu yang ada dalam pikiran saya. Karena semua orang pada hakekatnya merugi. Kecuali mereka yang beriman dan beramal sholeh. Ini prinsip dasarnya.

Inilah visi hidup pribadi saya. Karena janji Allah SWT di Alquran, orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, akan kekal di surga. Itu pasti. Karena itu janji Allah SWT. Dan Allah SWT mengatakan mereka itulah pewaris bumi ini. Karena Allah SWT ridlo kepada mereka untuk mengelola bumi ini. Itu sejatinya.

Oleh karena itu, harus ditindaklanjuti dengan misi di dalam pribadi kita untuk menjalankan visi itu. Apa itu? Pastikan kita beriman. Mukmin. Beriman kepada Allah SWT, beriman kepada malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan seterusnya. Dan itu harus diwujudkan dengan keyakinan yang kuat di hati. Dikatakan dalam lisan dan dijalani dengan perbuatan.

Lalu, kita perbanyak amal sholeh yang telah dicontohkan Rasulullah SAW. Sehingga ini menjadi perpaduan antara hablum-minallah dan hablum-minannas.

Ada banyak amal sholeh. Mulai dari yang sederhana sampai yang berat. Amal sholeh yang sederhana tetapi dicintai Rasulullah SAW adalah memasukkan kebahagiaan ke dalam dada saudaranya. Artinya bermanfaat bagi sesama. Membantu saudara kita yang kesulitan. Bahkan itu lebih dicintai Rasulullah SAW daripada sebulan penuh itikaf di masjid Nabawi.

Itulah kenapa di dalam Alquran ada puluhan ayat di beberapa surat, dimana Allah SWT mengulang-ulang tentang keutamaan orang-orang yang beriman dan beramal sholeh.

Itu menjadi prinsip atau boleh dikatakan visi hidup saya pribadi.

— Prinsip yang sangat mendasar. Apakah hanya sebatas pribadi Anda?

Beriman dan beramal sholeh awalnya kan prinsip individu saya. Nah dalam berorganisasi, prinsip ini saya jalankan. Sehingga kalau kita bersama-sama, tentu cakupannya lebih luas dan lebih besar, ketimbang saya pribadi.

Itulah kenapa di Kadin Jatim, saya galang pengusaha-pengusaha untuk berbagi dengan saudara-saudara yang lain secara rutin. Sudah ada mekanismenya. Tidak perlu saya sebutkan bagaimana dan siapa serta berapa banyak yang kita sisihkan. Begitu juga di Pemuda Pancasila. Termasuk di yayasan yang saya dirikan, La Nyalla Academia. Lebih fokus ke situ. Karena itu tagline Yayasan La Nyalla Academia itu bunyinya; bersama untuk kebaikan. Itu perwujudan dari amal sholeh.

Dan aktivitas La Nyalla Academia itu sebenarnya bukan akhir-akhir ini. Sudah hampir 19 tahun saya jalani. Tetapi dulu mungkin belum ada media sosial, sehingga tidak menyebar atau tidak terpublikasi. Sekarang teman-teman relawan di La Nyalla Academia punya grup whatsapp, ada facebook dan lain-lain, sehingga menyebar ke mana-mana.

— Jadi bukan karena menjelang Pilgub Jatim? 

Bukan.

— Tapi ada cita-cita untuk menjadi Gubernur atau Wakil Gubernur Jatim?

Menjadi Gubernur itu bukan cita-cita. Itu ikhtiar saya untuk semakin memperluas ladang amal kita. Karena saya melihat kekuasaan itu hanya alat. Hanya sarana saja, untuk memperluas kebaikan yang bisa kita sebarkan.

Makanya dalam ikhtiar saya mencalonkan diri sebagai Gubernur Jatim, saya memprioritaskan program yang mungkin berat bagi sebagian orang, yakni mengatasi kemiskinan dan membangun Jawa Timur yang berkeadilan sosial.

Sebab jujur saja, angka kemiskinan di Jatim masih di atas rata-rata angka kemiskinan nasional. Angka kesenjangan juga masih di atas nasional. Artinya ada persoalan mendasar, kemiskinan dan ketidakadilan sosial. Sebenarnya dua hal itu lingkaran yang saling terkait.

— Anda cukup berani mengusung target yang berat, Anda yakin mampu? 

Saya sejak dulu punya prinsip pantang menyerah. Kesulitan pasti ada. Tapi kalau kita serius dan sungguh-sungguh, pasti ada jalan. Apalagi untuk kebaikan. Pasti Allah SWT bukakan jalan. Saya punya keyakinan sendiri.

Tentu, sebagai sebuah ikhtiar, kalkulasi rasionalnya harus ada. Kuncinya, kalau Gubernur Jatim bisa menyatukan irama dan langkahnya dengan kekuatan 29 Bupati dan 9 Walikota di Jatim, insya Allah tidak ada yang tidak bisa kita selesaikan. Ingat salah satu doktrin Pancasila, gotong royong. Kekuatan APBD Provinsi Jatim sekitar 23 triliun rupiah. Tapi kalau ditambah dengan kekuatan 38 kabupaten/kota menjadi 100 triliun lebih. Tinggal kita mau serius atau tidak? Kuncinya bersatu. Kompak, antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

— Kalau tadi Anda bilang menjadi Gubernur bukan cita-cita, mengapa berikhtiar menjadi Gubernur?

Kalau ditanya cita-cita, jawabnya cuma dua; cita-cita saya di bumi ini adalah yang pertama; meninggal dalam keadaan khusnul khotimah dan yang kedua, Allah SWT ridlo dengan amalan-amalan saya. Itu cita-cita saya.

Ikhtiar menjadi Gubernur seperti saya sebutkan tadi, harus memaknai kekuasaan “hanyalah” alat atau sarana untuk memperluas amal sholeh tadi. Seperti ketika saya didaulat untuk memimpin Kadin Jatim atau Pemuda Pancasila, saya meyakini saya bisa menggunakan Kadin dan Pemuda Pancasila sebagai alat atau sarana untuk memperluas ladang amal kita. Yang dirasakan manfaatnya oleh anggotanya.

Kalau di organisasi, manfaatnya kan dirasakan oleh anggotanya. Kalau Gubernur, manfaatnya harus dirasakan oleh rakyat Jawa Timur. Jadi niatnya harus itu. Sehingga Allah SWT ridlo, insya Allah.

— Pendekatan Anda Islami banget ya?

Karena saya muslim. Itu saja. Saya tidak tertarik berdiskusi tentang kelompok-kelompok. Karena yang paling punya hak atas agama Islam adalah Allah SWT. Yang paling superior adalah Allah SWT. Jadi disebut apakah orang yang tunduk kepada Allah SWT? Muslim. Jadi saya tidak mau menerima cap apapun atau kelompok apapun di dalam Islam, selain muslim.

Karena saya memeluk agama Islam. Dan Islam punya dua kutub, vertikal dan horizontal. Yang pertama kutub vertikal, kita berserah diri, tawakal, tunduk dan taat kepada Allah SWT sebagai Tuhan semesta alam.

Kedua, dalam kutub horizontal, makna Islam berarti damai. Sebagai muslim, kita harus menjaga kedamaian di bumi, baik damai kepada sesama manusia maupun damai kepada makhluk lainnya seperti tumbuhan, hewan, lingkungan dan semuanya.

Karena itu saya sejak dulu merangkul semua golongan. Semua karakter dan kelompok ada di organisasi yang saya ikuti. Di Pemuda Pancasila atau pun di Kadin Jatim, ada semua kelompok dan golongan. Saya tidak membeda-bedakan. Saya rangkul semua.

Makanya ada teman-teman dekat saya yang mungkin juga punya pertanyaan itu. La Nyalla ini sebenarnya “alirannya” apa. Mungkin ada pertanyaan itu. Karena kalau di rumah, saya menggelar sholat tarawih Ramadhan 11 rekaat, tetapi saya juga ziarah ke makam wali-wali. Itu bagi saya pertanyaan yang tidak perlu dijawab. Karena kalau ditanya pasti akan saya jawab saya muslim. Karena Allah SWT itu hakekatnya mengikuti prasangka hambanya. Selama kita berprasangka baik, insya Allah itu baik.

— Selama ini banyak yang menilai Anda identik dengan sosok preman,  bukan sosok yang religius. Apa komentar Anda?

Itu sudah lama. Dan saya dari dulu punya prinsip saya tidak akan menjelaskan siapa saya. Apa yang saya lakukan dalam konteks tuduhan orang soal saya preman. Karena kan ada pernyataan begini, tidak perlu menceritakan siapa Anda, karena orang yang suka kepada Anda tidak perlu itu, dan orang yang tidak suka kepada Anda, tidak akan percaya. Jadi ya biar Allah SWT yang menilai.

Menurut saya sebaiknya pertanyaan seperti ini ditanyakan kepada orang-orang yang tahu siapa saya, atau yang mengikuti perjalanan saya. Tahu bagaimana saya sebelum usia 40 tahun, dan tahu bagaimana saya setelah usia 40 tahun. Ada banyak saksi hidup perjalanan saya. Salah satunya Profesor Sam Abede Pareno, yang menulis buku tentang saya, yang diberi judul Hitam-Putih.

Saya hanya punya prinsip, orang yang masa lalunya pernah dinilai buruk, apakah tidak bisa menjadi baik? Apakah sejarah Rasulullah SAW tidak diwarnai dengan beberapa sahabatnya yang dulunya hidup di era jahiliyah, lalu menjadi sahabat dan pejuang Islam? Bukankah memang fungsi Islam itu membawa kita dari dzulumat atau era kegelapan kepada nur, era kebenaran? Itu saja yang bisa saya ceritakan soal ini.  (bersambung)

 

Leave a comment

Filed under Others

Bedah Program La Nyalla: Lingkungan

Go Green Harus Out of The Box

Hari ini, isu pembangunan pro lingkungan dan antisipasi perubahan iklim adalah menu utama di dunia. Mau tidak mau Indonesia harus ambil bagian. Tidak hanya mandat bagi pemerintah pusat atau presiden, tetapi juga gubernur dan bupati-walikota.

Bahkan sejumlah negara telah membentuk satgas di level gubenur. Kita mengenal GCF; Governors’ Climate and Forests Task Force, atau satuan tugas gubernur untuk hutan dan iklim. Indonesia termasuk di dalamnya.

Dalam isu go green, kepala daerah harus memahami pentingnya lingkungan bagi masa depan anak cucu. Maka semua kebijakan pembangunan harus berorientasi ke sana. Termasuk melakukan ratifikasi peraturan dan edukasi soal ini kepada semua lapisan masyarakat.

Negara tropis dengan kekayaan hutan dan sumber daya pertanian-perikanan seperti Indonesia, atau khususnya Jatim, wajib untuk fokus terhadap kelebihan atau keunggulan yang kita miliki untuk dikelola dengan benar.

Bagaimana mengelola dengan benar? Dan bagaimana agar isu ini tidak hanya menjadi gagasan di atas kertas dan wacana elitis?

Bakal calon gubernur Jatim Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti memilih untuk berpikir out of the box.

Jika selama ini lembaga kemasyarakatkan atau NGO di bidang lingkungan kerap tidak sejalan dengan pemerintah, atau bahkan sulit bertemu, maka bagi La Nyalla, justru mereka harus menjadi partner kepala daerah dalam merumuskan kebijakan.

Kita memiliki organisasi yang kredibel dan telah teruji di sektor lingkungan, mulai dari WALHI, Jatam hingga Ecoton. Kita memiliki akademisi dan jurusan-jurusan di kampus yang fokus pada lingkungan dan tata kelola pembangunan ramah lingkungan. Mengapa kepala daerah alergi? Justru harus dilibatkan.

Satukan pikiran, gagasan dan ide dalam merumuskan kebijakan. Ajak berbicara dan edukasi lapisan masyarakat lainnya. Termasuk dunia usaha, untuk memulai era industri ramah lingkungan. Karena ini arus dunia. Wajib kita jalankan demi masa depan anak cucu kita.

Karena dengan lingkungan yang terpelihara, ekosistem yang terjaga, potensi bencana ekologi dapat kita hindarkan. Bencana ekologi tidak hanya mengakibatkan kerugian fisik seperti bencana alam, tetapi juga melahirkan generasi yang tidak sehat.

Karena dengan itu, kita semua bisa mempercepat mengentaskan kemiskinan dan mewujudkan Jatim makmur.

Kuncinya, kepala daerah yang pro lingkungan, harus berpikir out of the box untuk melangkah bersama para pejuang lingkungan, yang selama ini telah mendedikasikan waktu, pikiran dan tenaganya untuk masa depan kehidupan manusia yang baik.

Tanpa itu kita akan terus menerus menghadapi persoalan yang terulang. Mulai dari pencemaran limbah, baku mutu air sungai, hutan gundul, tanah longsor, kekeringan akut dan segudang persoalan yang setiap waktu terulang.

Nantikan bedah program La Nyalla selanjutnya.

Leave a comment

Filed under Others

Bedah Program La Nyalla: Generasi Muda

Ubah Pola Pendekatan Pemerintah

Masa depan negara ditentukan kualitas generasi mudanya. Karena itu, setiap negara di dunia ini memiliki kementerian atau instansi yang menangani masalah kepemudaan. Dengan orientasi satu; menyiapkan generasi penerus masa depan bangsanya.

Begitu pula di Indonesia, dari pusat hingga kabupaten, kita memiliki instansi kepemudaan.  Di Jawa Timur, ada dinas pemuda dan olahraga. Begitu pula di 38 kabupaten dan kota di provinsi ini.

Lantas apa ukuran keberhasilan atau output dari program di dinas tersebut? Tentu hasil akhirnya adalah kualitas generasi muda dan menurunnya problematika yang melingkupi kaum muda.  Berhasilkah? Mari kita jawab dengan jujur.

Apakah kita akan memungkiri data dari Badan Narkotika Nasional bahwa Indonesia darurat narkoba? Apakah kita akan menolak beberapa riset yang menyatakan bahwa gaya hidup free-sex hampir merata di kalangan muda? Apakah kita akan pura-pura tidak tahu bahwa di sekitar kita terjadi dekadensi moral yang sangat serius?

Reformasi, demokrasi dan globalisasi memang membawa efek negatif bila tidak ditangani dengan benar. Ilmuwan sekaligus pendukung gagasan demokratisasi Joseph E. Stiglitz bahkan sudah menyadari adanya bahaya itu. Sejak tahun 2002 lalu, dia sudah mengingatkan dunia agar menangani dengan benar dampak dari globalisasi.

Apa yang hari ini sedang tren di negara tetangga atau bahkan di benua Amerika sana, bisa segera menjadi tren di sini. Semua dengan cepat tiba-tiba ada di sini. Sebut saja halloween party, valentine day, vandalism group sampai geng motor dan lainnya. Semua itu sejatinya kita impor.

Lalu bagaimana pemerintah provinsi, terutama kota dan kabupaten menyikapi hal ini?

Mengacu UU No. 40/2009 tentang Kepemudaan, generasi muda atau pemuda didefinisikan sebagai “Warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang berusia 16 sampai 30 tahun.

Sedangkan dalam konteks demografi dan antropologis, generasi muda dibagi ke dalam usia persiapan masuk dunia kerja, atau usia produktif antara 15 hingga 40 tahun.

Dari segi usia, hari ini kita menangani transisi generasi. Istilah sekarang, dari generasi jaman old menuju kid jaman now. Ke depan, akan total diisi oleh generasi milenial.

Mutlak tidak bisa dengan satu pendekatan. Apalagi pendekatan formal ala birokrasi masa lalu. Dengan pola-pola semacam seminar, sarasehan, penyuluhan, dan sejenisnya. Tidak cukup dan tidak efektif lagi.

Ke depan kita akan menghadapi generasi milenial. Mereka tidak percaya lagi kepada distribusi informasi yang bersifat satu arah. Mereka jauh lebih percaya pada user generated content (UGC) atau informasi yang dibuat oleh perorangan. Public figur yang dipercaya. Yang terbukti melakukan hal positif.

Pemerintah harus “membiayai” interlekutor-interlekutor seperti itu. Bila perlu pemerintah mencetak dan melahirkan mereka. Karena mereka lebih mampu dan dipercaya untuk menjadi juru bicara program dan kepentingan pemerintah dalam membangun generasi mudanya.

Medium komunikasi pemerintah dengan mereka pun harus melalui media sosial. Karena generasi now hampir pasti memiliki akun media sosial. Karena itu kepala daerah harus mengubah pola pendekatan dalam membangun generasi muda ke depan.

Tanpa mengubah pola, tidak akan maksimal. Kita hanya akan membuang APBD tanpa output yang memuaskan.

Nantikan bedah program La Nyalla selanjutnya.

Leave a comment

Filed under Others

Bedah Program La Nyalla: Olahraga

Bukan Hanya Prestasi, Tapi Juga Modal Sosial

Berbicara olahraga harus dalam dua koridor. Yang pertama koridor olahraga prestasi. Yang kedua, koridor olahraga sebagai modal sosial. Kedua koridor ini penting. Prestasi mengukir sejarah dan meninggalkan legacy. Sedangkan modal sosial berkaitan langsung dengan kesehatan warga. Warga yang sehat, berbanding lurus dengan produktifitas dan keunggulan.

Pertama kita bedah olahraga prestasi. Seperti halnya negara-negara maju yang mulai menentukan prioritas cabang olahraga, Jatim juga harus berani menentukan skala prioritas. Cabang olahraga prestasi apa yang harus digelontor pembiayaan lebih.

Dari data KONI Jatim, selama ini ada lima cabang olahraga yang menjadi lumbung emas. Baik di tingkat nasional maupun internasional. Yakni, panahan, menembak, balap sepeda dan renang. Serta yang potensial menyusul, gulat, wushu dan karate.  Tentu diikuti cabang-cabang olahraga lainnya yang menjadi penambang perak dan perunggu.

Prioritas ini harus diimbangi dengan standarisasi infrastruktur. Mulai dari tempat latihan untuk kesinambungan pembinaan dan kaderisasi. Hingga venue pertandingan standar internasional. Sehingga Jatim berpotensi menjadi tuan rumah dalam skala apapun. Cabang olahraga yang potensial harus mendapat perhatian lebih. Sehingga tidak muncul lagi problem pembajakan atlit oleh provinsi tetangga.

Lantas bagaimana dengan cabang lain yang tidak potensial? Tentu tetap dilakukan pembinaan. Tetapi KONI dan pengurus cabang harus membuat roadmap waktu, di tahun berapa cabang tersebut akan menorehkan prestasi. Roadmap itu pun harus diuji, sebelum diputuskan untuk disupport total oleh pemerintah.

Sedangkan olahraga sebagai modal sosial harus dilakukan dengan kembali mengedukasi masyarakat di semua lapisan untuk berolahraga. Untuk hidup sehat. Literatur abadi tentang di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, harus digelorakan. Termasuk slogan kita dahulu, memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan masyarakat. Ini bukan kuno, meskipun kita ada di jaman now. Tetapi slogan itu abadi dan fundamental.

Hanya saja harus diikuti dengan ketersediaan ruang publik bagi masyarakat untuk berolahraga dan hidup sehat. Setiap kota dan kabupaten harus dan mutlak menyediakan ruang terbuka hijau sebagai sarana olahraga masyarakat. Harus ada ruang bebas polusi. Atau minimal jauh dari polusi. Dan ruang-ruang itu tidak harus terkosentrasi di suatu tempat. Tetapi harus tersebar. Di setiap sudut kawasan. Di setiap kawasan hunian. Di setiap kelurahan.

Ini adalah investasi masa depan. Karena kesehatan warga adalah modal sosial. Kita juga harus mendukung lahirnya komunitas-komunitas olahraga. Lahirnya tempat dan fasilitas fitness. Termasuk sekolah-sekolah sepakbola atau dojo untuk anak-anak usia sekolah dasar. Karena semua itu adalah perangkat pendukung. Jangan dipandang sebelah mata. Karena kesehatan akan semakin mahal.

Pemerintah wajib memberikan apresiasi, bukan saja kepada atlit dalam olahraga prestasi, tetapi juga kepada pegiat dan masyarakat yang memberi andil lahirnya generasi sehat. Termasuk perhatian kepada perguruan-perguruan silat dan klub-klub sepakbola amatir. Karena mereka memberi kontribusi kepada lahirnya generasi muda sehat, yang juga memiliki potensi untuk mengukir prestasi.

Nantikan bedah program La Nyalla selanjutnya.

Leave a comment

Filed under Others

Bedah Program La Nyalla: Kepentingan Provinsi

Aktif Perjuangkan ke Pemerintah Pusat

Selain menyatukan langkah bersama antara Gubernur dengan 29 bupati dan 9 walikota di Jatim, masih ada satu lagi tugas utama seorang Gubernur mendatang. Apa itu? Secara aktif dan konsisten memperjuangan kepentingan provinsi ke pemerintah pusat. Untuk memastikan program-program pemerintah pusat dapat kita rebut dan sesuai dengan kepentingan Jatim.

Mengapa? Karena ada domain kebijakan yang memang menjadi domain pemerintah pusat, yang sudah di luar kontrol provinsi dan kabupaten/kota. Domain pemerintah pusat itu ada di kementerian dan instansi pusat terkait. Pembagian itu bisa kita baca di UU Nomor 9 Tahun 2015 dan peraturan turunannya.

Jawa Timur memiliki potensi di sektor kelautan dan perikanan; pariwisata; pertanian; kehutanan; energi dan sumberdaya mineral; perdagangan; dan perindustrian. Semua sektor ini terkait dengan domain kebijakan pemerintah pusat. Karena memang termasuk dalam urusan pemerintahan konkuren (irisan antara pusat dan daerah) yang bersifat pilihan. Karena sesuai dengan potensi daerah masing-masing.

Nah, sejak Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) dan pasar bebas berlaku, kita harus jujur mengakui bahwa Jatim juga terdampak. Nilai ekspor dan impor kita terus berhimpitan. Pasar dalam negeri juga terus dibanjiri barang impor. Tenaga kerja asing perlahan tapi pasti sudah masuk.

Satu contoh nyata, industri mebel rotan Jatim, yang terpusat di kawasan Gresik dan Krian. Dulu, mereka bisa ekspor ke Eropa dan Jepang hingga 20 kontainer satu bulan. Sekarang 5 kontainer sudah bagus. Mengapa? Karena kalah bersaing dengan produk Tiongkok. Padahal Tiongkok juga mengambil bahan baku rotan yang tempat yang sama, di Kalimantan.

Ada banyak variable yang harus diperjuangkan dalam contoh kasus di atas. Dan beberapa di luar domain pemerintah provinsi. Tetapi menjadi domain pemerintah pusat. Mulai dari penyederhanaan perijinan hingga efisiensi biaya pengapalan bahan baku, dan pengapalan hasil akhir produksi. Hal seperti ini harus diperjuangkan. Bukan didiamkan dengan dalih urusan pusat.

Di sektor perikanan, kementerian kelautan dan perikanan memiliki anggaran multiyears untuk memproduksi beberapa kebutuhan sektor perikanan dan kelautan untuk diberikan sebagai bantuan kepada nelayan. Ada puluhan item program bantuan, mulai dari mini cold-storage, mobile cold-storage, kapal nelayan fiber, dan bantuan alat pencari ikan pengganti centrang. Masih banyak lagi lainnya. Ini harus direbut dan diperjuangkan oleh gubernur agar Jatim sebagai sentra perikanan dan kelautan mendapat prioritas.

Begitu pula terhadap kementerian partanian, perindustrian dan perdagangan. Hal yang sama harus diperjuangkan. Termasuk pula terhadap instansi pusat terkait. Sebut saja PLN. Urusan listrik harus diperjuangkan agar penambahan pasokan listrik untuk Jatim terjamin dan terukur. Permudah kebutuhan infrastruktur untuk kepentingan pembangkit listrik.

Begitu pula pariwisata. Kita sempat bangga, obyek wisata Gunung Bromo sempat masuk dalam program “10 Bali Baru” pemerintah pusat, selain Danau Toba, Kawasan Candi Borobudur, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Labuan Bajo, Belitung, Tanjung Lesung, Kepulauan Seribu, Taman Nasional Wakatobi, dan Morotai.

Tetapi belakangan pemerintah pusat, melalui kementrian pariwisata merevisi menjadi 4 obyek saja yang akan dibangun oleh pusat. Yakni Danau Toba, Kawasan Candi Borobudur, Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, dan Labuan Bajo.

Seperti ini harus kita perjuangkan. Pertanyakan, mengapa Gunung Bromo batal dikembangkan oleh pusat menjadi “Bali Baru”? Harus diperjuangkan agar keputusan revisi itu bisa ditinjau kembali.

Nah, upaya-upaya seperti ini berlaku kepada seluruh instansi pemerintah pusat. Gubernur harus menjadi agregator untuk merebut semua “berkah” dari pusat untuk kepentingan provinsinya. Bila terhadap sektor pilihan saja kita serius, apalagi terhadap sektor yang wajib, seperti kesehatan, pendidikan dan urusan sosial lainnya. Hanya dengan itu kita bisa mempercepat menuju Jatim makmur.

Nantikan bedah program La Nyalla selanjutnya.

Leave a comment

Filed under Others

Bedah Program La Nyalla: Politik Kebijakan

Satukan Langkah 38 Kabupaten/Kota

 

Gagasan besar La Nyalla Mahmud Mattalitti membawa Jawa Timur makmur melalui pembangunan yang berkeadilan sosial dan mengentas kemiskinan, akan terwujud dengan satu kunci. Yakni, menyatukan langkah antara Gubernur dengan 29 bupati dan 9 walikota di Jatim.

Salah satu tugas Gubernur memang melakukan fungsi koordinasi dengan bupati dan walikota di wilayahnya. Karena itu Gubernur diberi kewenangan untuk melakukan supervisi, terhadap rencana program dan rencana anggaran kabupaten kota. Fungsi supervisi inilah yang harus dioptimalkan. Untuk memastikan percepatan menuju Jatim makmur.

Semua orientasi kebijakan harus disatukan menuju kemakmuran warga Jawa Timur. Ke depan, kita jangan lagi melihat adanya problem yang muncul akibat kebijakan yang berbeda, antar kabupaten atau kota di Jatim. Harus tidak ada lagi hambatan teritorial akibat kebijakan yang berbeda-beda.

Sebagai ilustrasi, misalnya industri migas di Bojonegoro. Harus didukung Bupati Tuban untuk sektor hilirnya. Baik perizinan pipanisasi, maupun kepelabuhanan migas. Tanpa itu, yang terjadi justru hambatan ekonomi dan buruknya iklim dunia usaha.

Kita harus punya mindset bahwa provinsi ini ibarat kapal dagang atau ruang pameran. Di mana di dalamnya terdapat stan-stan yang terintegrasi dan ditata sistematis agar menarik atau memudahkan pengunjung pameran. Itu tidak bisa dicapai apabila tidak ada dirijen yang kuat untuk memadupadankan irama yang dihasilkan. Bila itu sudah terjadi, perlahan tapi pasti Jatim akan melesat meninggalkan provinsi-provinsi lain dalam tingkat kemakmuran penduduknya.

Gubernur harus mengetahui secara detil persoalan masing-masing daerah. Jika perlu, harus lebih banyak waktu diluangkan untuk berada di kabupaten/kota. Semua kekuatan yang dimiliki oleh provinsi harus di arahkan untuk penguatan ekonomi kabupaten/kota. Karena sejatinya di situlah fungsi dan peran pemerintah provinsi dalam menyejahterakan rakyatnya.

Mengubah mindset bupati dan walikota untuk mulai menggunakan pendekatan government entrepreneur mutlak dilakukan. Karena tantangan ke depan akan semakin sulit. Jika tidak dilakukan perubahan yang fundamental, tidak akan pernah kita mampu mewujudkan Jatim makmur. Yang terjadi hanyalah government as usual. Asal sudah duduk sebagai kepala daerah, lakukan seperti sediakala, apa adanya. Tiba-tiba sudah lima tahun.

Nantikan tulisan bedah program La Nyalla selanjutnya.

Leave a comment

Filed under Others

Bedah Program La Nyalla: UMK Buruh

Kurangi Pengeluaran Rutin

Setiap tanggal 1 Mei, kita pasti melihat rutinitas aksi buruh di peringatan Mayday. Maklum, selain aksi ini berlangsung global, di hari itu buruh juga libur kerja. Nah, di hari itu, kita juga hampir pasti mendengar tuntutan kenaikan upah dari organisasi buruh.

Kenaikan upah buruh memang keniscayaan. Seiring laju inflasi yang pasti. Angkanya tidak signifikan bagi buruh. Tapi bagi pengusaha menjadi signifikan. Karena itu kita selalu melihat silang sengkurat perdebatan antara asosiasi para buruh dan asosiasi pengusaha.

Memang, kenaikan upah di kisaran angka Rp. 500 ribu atau satu juta dianggap tidak signifikan oleh buruh. Karena toh sekali terjadi inflasi kebutuhan pokok, angka itu seolah hilang ke laut. Sebaliknya bagi pengusaha, satu juta rupiah dikalikan jumlah buruhnya yang ribuan adalah angka yang fantastis.

Belum lagi komponen pembiayaan untuk buruh. Faktanya bukan cuma upah. Tetapi juga iuran asuransi tenaga kerja. Jaminan uang pensiun. Tambahan lembur. THR dan lainnya. Total bisa menjadi 25 sampai 35 persen dari whole-cost.

Bila cost itu terus bergerak menembus 35 persen, menjadi sangat rawan. Pengusaha akan give up dan hengkang. Atau menempuh jalan otomasi industri. Dan kita tahu otomasi industri membawa konsekuensi mengurangi tenaga manusia. Karena digantikan mesin.

Padahal otomasi industri adalah persoalan kita berikutnya di tahun-tahun mendatang ini. Karena ini pasti akan terjadi. Seiring inovasi permesinan dan teknologi.

Lantas dimana pemerintah? Rupanya selama ini dalam persoalan buruh, khususnya terkait UMK/UMP, pemerintah memilih menjadi mediator. Memfasilitasi forum tripartit. Pemerintah, buruh dan pengusaha. Untuk kemudian menyepakati angka. Setiap tahun akan selalu begitu.

Bakal Calon Gubernur Jawa Timur, Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti punya pandangan berbeda soal ini.

Bagi La Nyalla, dalam kacamata Keadilan Sosial dan pengentasan Kemiskinan, buruh adalah kelompok masyarakat yang meskipun produktif, tetapi masih tetap dalam koridor masyarakat miskin. Karena itu, APBD harus juga menyapa mereka.

Mengapa buruh masuk dalam kategori masyarakat miskin? Karena meskipun produktif, buruh masih tetap kesulitan untuk melakukan saving dan investasi. Sekali terkena “musibah”, bisa tiba-tiba menjadi sangat miskin. Karena penghasilan dan pengeluaran mereka impas.

Mengapa? Karena pengeluaran mereka juga besar. Kebanyakan buruh tinggal di tempat yang terpisah dari pabrik. Sehingga membutuhkan transportasi. Baik publik maupun privat; biasanya sepeda motor. Rumah tinggal mereka kebanyakan sewa. Sehingga dana dikeluarkan setiap bulan hanya untuk bayar sewa. Tanpa ada peluang untuk memiliki hunian itu.

Buruh yang sudah berkeluarga juga makin kompleks persoalan yang dihadapi. Biaya keperluan pendidikan anak. Meskipun SPP bisa gratis, tetapi pengeluaran start up ketika pendaftaran siswa baru, fakta; ada biaya yang diperlukan. Mulai dari sekadar beli tas, perlengkapan, sepatu dan lain-lain.

Item pengeluaran itu bisa dirinci. Pemerintah juga bisa mendata, buruh yang sudah memiliki anak dengan yang belum. Semua bisa dengan mudah didata dengan kemampuan akses pemerintah. Sehingga dari total 2,9 juta buruh di Jatim, bisa dipetakan.

Untuk apa? Di sinilah gagasan La Nyalla. Pemerintah harus hadir.

Kita memiliki kawasan industri yang sudah dan sedang disiapkan. Mulai dari kawasan industri di Surabaya (SIER), Pasuruan (PIER) dan kota/kabupaten lainnya se-Jatim. Tetapi tidak ada satupun di kawasan industri itu dibangun rusun buruh.

Padahal kalau pemerintah membangun rusun di situ, kemudian melengkapi dengan fasum dan kendaraan shuttle gratis ke pabrik-pabrik di dalam kawasan itu, akan sangat membantu mengurangi pengeluaran buruh.

Apakah pemerintah tidak mampu membangun rusun? Apakah pemerintah tidak bisa mengajak REI untuk mewujudkan hal itu? Tentu mampu asal mau. Atau apakah pemerintah tidak mampu menyediakan bus buruh gratis? Angkanya bisa dengan mudah dihitung dan tidak besar.

Begitu pula dengan mudah pemerintah bisa memberikan bantuan tahunan untuk start up pembiayaan pendidikan anak-anak buruh.

Balai-balai latihan kerja harus diubah orientasinya untuk memberikan peningkatan skill buruh dalam menghadapi era otomasi. Harus mampu mengoperasikan interface-interface yang terdapat di mesin-mesin baru yang akan bertengger di pabrik-pabrik mereka.

Semua upaya harus dilakukan pemerintah untuk memberikan hasil akhir dua hal penting: Pertama, mengurangi beban pengeluaran buruh. Kedua, memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha.

Inilah keadilan sosial dan upaya mengurangi kemiskinan.

Nantikan tulisan bedah program La Nyalla lainnya.

Leave a comment

Filed under Others, People

Bedah Program La Nyalla: SPP Pelajar SMA/SMK

Tidak Adil Kalau yang Kaya Gratis

Keadilan Sosial memang menjadi program utama Bakal Calon Gubernur Jawa Timur, Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti. Selain program mengentas kemiskinan di Jatim. Maka semua program turunan yang dicanangkan, juga harus bermuara kepada Keadilan Sosial dan upaya mengentas kemiskinan.

Begitu pun menyoal pembiayaan sekolah untuk tingkat SMA dan SMK. Yang per Januari 2017 lalu, resmi dikelola pemerintah provinsi. Setelah sebelumnya dikelola pemerintah kabupaten/kota. Hiruk pikuk pengalihan wewenang ini sempat memedia.

Saat itu, sebut saja walikota Surabaya Tri Risma, yang keberatan dengan pengalihan itu. Dengan dalih, Pemkot Surabaya selama ini sudah mampu menggratiskan SPP SMA dan SMK. Lantas dia khawatir, jika dikelola provinsi, akan tidak gratis lagi.

APBD Kota Surabaya memang tertinggi di Jatim. Tahun 2017 tercatat Rp. 8,5 triliun. Tetapi kemampuan ini tidak merata di Jatim. Bandingkan dengan Kabupaten Sampang yang hanya Rp. 1,25 triliun.

Nah, keputusan pemerintah pusat mengalihkan kewenangan pengelolaan pendidikan di tingkat SMA dan SMK ke provinsi memang beralasan. Selain agar pemerintah kota dan kabupaten fokus di pelayanan pendidikan dasar dan menengah serta PAUD. Juga agar fokus pada pelayanan masyarakat. Karena fungsi pelayanan masyarakat yang bersifat langsung (touch down) ada di kota dan kabupaten. Bukan di provinsi.

Lantas mengapa terjadi hiruk pikuk? Apakah benar pemerintah provinsi di Jatim tidak mampu menggratiskan SPP untuk pelajar SMA dan SMK se Jatim?

Perhitungannya begini. Jumlah pelajar SMA dan SMK se Jatim tahun 2016, tercatat 1.1 juta pelajar. Biaya per tahun satu siswa, dengan pagu tertinggi Kota Surabaya, adalah 3 juta rupiah. Artinya 3 juta rupiah dikalikan 1,1 juta siswa menjadi Rp. 3,3 triliun.

Apakah APBD Jatim yang dikisaran angka Rp. 23 triliun mampu mensubsidi? Jika dipaksakan pasti mampu. Tentu dengan mereformasi kebijakan anggaran.

Pertanyaannya, benarkah dari 1,1 juta siswa tersebut semuanya tidak mampu membayar SPP?

Kembali ke program La Nyalla, dimana Keadilan Sosial dan pengentasan Kemiskinan harus menjadi pisau bedah dari semua program. Maka, akan tidak adil apabila ada orang kaya di antara 1,1 juta siswa itu yang menikmati hak yang seharusnya dinikmati orang miskin.

Sebab, bukankah alokasi yang dinikmati si kaya itu, seharusnya bisa untuk program pengentasan kemiskinan di sektor yang lain?

Inilah mengapa La Nyalla menekankan pentingnya keadilan sosial sebagai jalan keluar membawa Jawa Timur makmur.

Pemerintah memiliki tools dan alat untuk memetakan siapa dari 1,1 juta siswa itu yang “wajib” dibantu. Dan sebaliknya siapa yang tidak “wajib” dibantu? Bahkan menjadi tidak adil apabila mereka disubsidi.

Di sinilah penekanan fundamental dari gagasan La Nyalla menyoal keputusan pemerintah pusat yang mengalihkan wewenang pengelolaan SMA dan SMK ke provinsi.

Jadi bukan sekedar untuk pencitraan, tapi melupakan esensi dasar dari keadilan sosial dan pengentasan kemiskinan yang harus diprioritaskan.

Nantikan tulisan bedah program La Nyalla lainnya.

 

Leave a comment

Filed under Hot Issue, Others, People